Tampilkan header

ads header

SURAT TERBUKA KE-2 KEPADA KARDINAL IGNATIUS SUHARYO DAN USKUP JAYAPURA

 


Bapa berdua lebih baik melakukan conference pers terkait tuntutan dinamika pastoral umat katolik di tanah Papua hari ini, daripada bicara barang yang tidak-tidak, [penting juga tapi jauh dari realitas], dan sama sekali tidak diharapkan oleh umat katolik disini.


Perihal : Rencana Konference Pers Di Hadapan 19 Media Nasional dan Internasional.

Dari : Soleman Itlay—Umat Katolik di Tanah Papua.

Alamat : Sementara saya tinggal di kota Jayapura.

Gmail : dani.tribesman@gmail.com.


Ditujukan secara khusus kepada Yang Mulia:

1. Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo, Uskup Agung Jakarta dan Ketua Konference Waligereja Indonesia (KWI) di Jakarta.

2. Uskup Keuskupan Jayapura, dan pimpinan Episkopal Papua, Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM di Jayapura.

3. Semua pihak terkait.

“Wa wa wa”.


Saya kembali menyapa bapa uskup berdua dengan salam hormat dan salam damai Tuhan Yesus Kristus pada pagi hari ini. Setelah tadi malam, saya membagi Surat Terbuka pertama. Dengan memikirkan untuk menulis Surat Terbuka Ketiga dan seterusnya, saya tetap berharap agar kita selalu sehat-sehat dan baik-baik saja. Karena Tuhan menyertai kita selama-lamanya.

Surat Terbuka Kedua ini saya ingin bagikan setelah satu atau dua hari ke depan, tetapi karena pagi ini, pukul 08:42 WIT, saya terima dokumen baru yang ditulis dan dikeluarkan dari Wakapolda Papua, sesuai dengan perintah Bapak Kapolri Jend. Pol. Listyo Sigit Prabowo tertanggal 27 Agustus 2021, yang ditujukan kepada Sdr. AM Putut Prabantoro, yang rencananya akan dilaksanakan pada 18 September 2021 ini, maka saya segera tergerak hati untuk membagikan ke publik agar kita mempertimbangkan secara bijak.

Halloo... Orang tua–Bapa uskup dua yang saya hormati, saya telah membaca tujuan peliputan—conference pers terkait dengan Penyerahan Patung Bunda Maria yang akan memberi makna strategis bagi bangsa dan negara, Polri serta Polda Papua itu. Saya sudah melihat rombongan media dari Jakarta yang diusulkan itu. Kurang lebih 19 media, antara lain: Kompas, Tribunnews, Inews, Detik, Beritasatu, Kompas.com, Kompas Tv, Media Indonesia, CNNIndonesia, MetroTV, TVRI, Jakarta Post, AsiaNews, UcanNews, BBCIndonesia, AFPTV, Reuter, ApTN dan CNN Internasional. 

Targetnya kalau saya tidak salah ialah untuk menunjukkan ujud iman dan devosi umat, menunjukkan spirit kebhinekaan Indonesia di Papua, meningkatkan fraternitas, mengelola isu Papua yang dipandang negatif oleh dunia internasional, dan memanfaatkan momentum kegiatan PON guna memperbaiki citra Indonesia di tingkat internasional.

Saya telah menghitung berapa orang yang akan datang dari Jakarta untuk meluluskan agenda ini. Di dalamnya terdapat 82 orang dengan tugas yaitu; 2 orang membawah patung, 12 orang/perempuan mengiring patung, 19 wartwan untuk meliput berita, 32 representasi adat, 10 orang official dan 7 orang dari Polri. Tujuh orang dari aparat keamanan kita itu masing-masing memiliki tugas, yaitu; 2 orang guna menjalankan/mengontrol protokol/kesehatan, 2 orang lagi mengurus akomodasi/umum dll, 1 orang atur konsumsi, 1 orang dokter, dan satu orang lagi ditugaskan untuk terbangkan drone demi kepentingan kebutuhan dokumentasi. 

Saya melihat ataupun mencium aroma konsep acaranya luar biasa amat. Media-media yang hendak dilibatkan di dalam conference pers tersebut rata-rata berasal dari media-media yang selama ini memberitakan ragam peristiwa di Indonesia. Bahkan separuh dan sebagian besar lainnya yang selama ini 'memutarbalikkan fakta, data dan kebenaran di balik ragam peristiwa di tanah Papua'. Meskipun demikian, saya tetap menghargai beberapa media yang disebutkan di dalam dan yang selama ini menurunkan berita dengan informasi faktual, konfirmatif, akurat, netral, seimbang, independen dan terutama memuaskan para pembaca lain, termasuk saya sendiri.

Bagi kami, umat katolik di tanah Papua hari ini, memberitakan  Penyerahan dua patung Bunda Maria yakni Maria Bunda Yesus – Bunda Papua Tanah Damai dan Maria Bunda Segala Suku itu bukan tuntutan utama. Tuntutan utama kami hari ini adalah  untuk menyelesaikan keadaan pastoral harus ada uskup orang asli Papua atau paling tidak migran Papua di 5 keuskupan di tanah Papua; selalu mengharapkan dan merindukan agar para uskup di tanah Papua, juga KWI mengeluarkan surat gembala—suara kenabian yang sifatnya membelah hak-hak dasar hidup serta yang bisa membantu kami untuk menentukan nasib dan masa depan kami bersama anak cucu kami kelak.

Selain itu juga, kami selalu berdoa agar Tuhan menggerakkan hati para uskup untuk memberitahu kepada  Bapa Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus C. Mandagi, MSC supaya dia kembali mencabut dan membatalkan MoU yang dilakukan pada 5 Januari 2021 di sekretariat Keuskupan Agung Merauke dengan PT. Tunas Sawa Erma (TSE), anak perusahaan dari Korea Indonesia (Korido), yang berbasis Jair, Boven Digoel Papua. Kami juga sedang mengharapkan para uskup di Papua dan KWI juga untuk turut mendukung bupati Sorong, bapak Jhony Kamuru, yang mencabut ijin usaha perkebunan kelapa sawit dan mengembalikan tanah adat miliki masyarakat adat disana.

Masalah aktual lain, adalah kami berharap agar gembala-gembala kami berada di belakang umat dalam rangkah penolakan terhadap PT. Blok Wabu di Intan Jaya yang mengakibatkan konflik bersenjata–berkepanjangan juga pengungsian besar-besaran bagi masyarakat sipil. 

Pada saat yang sama kami sedang merindukan suara gereja katolik terkait dengan proses penangkapan, persidangan, pembiaran dan hukuman terhadap Victor Yeimo, yang akhirnya sakit sekarat dan kini sedang menjalani pengobatan di RSUD Jayapura, Papua—terlepas dari perbedaan ideologi politik, suku, agama, ras dlsb. 

Terlebih bagaimana kita—gereja katolik semata-mata berbicara dari sisi kemanusiaan saja. Yakni dengan rasa dan panggilan hati, kepedulian, perhatian, solidaritas dan belas kasihan sebagai langkah awal agar bisa menciptakan perdamaian sejati di Papua. 

Mohon maaf, maksudnya bukan lari dari kenyataan. Karena itu menurut saya bukan solusi terbaik. Apalagi bermakna pahlawan gembala warisan para rasul Yesus Kristus. Sejak gereja ini berdiri pada 312 SM di masa Konstantinopel Agung. Bapa uskup dua lebih mengerti soal ini. Saya hanya harap bapa uskup dua dan kita sama-sama pikirkan jalan terbaik untuk menciptakan kebaikan bersama di tanah Papua, yang menjadi rumah kita bersama.

Oiya, ada satu hal yang perlu saya sampaikan adalah bahwa hari ini umat di tanah Papua merindukan pastor, uskup dan lainnya bicara semua realitas kehidupan umat dalam homily, doa umat dan pengumuman pula. Saya dengar dari banyak umat, dan mengaku kalau mereka tidak membutuhkan omong kosong belaka. Tidak pusing dengan pewartaan diatas mimbar yang terkesan monoton. Umat hari ini lebih membutuhkan tindakan kepedulian dan keberpihakan yang konkrit. 

Tanpa tidak basa basi dan tanpa tidak banyak mempertimbangkan ini dan itu. Sementara orang di sekitar kita, depan belakang, dan samping kiri kanan mati secara beruntun. Seperti binatang yang tersesat, hidup dan jalan tanpa induk, gembala dan seterusnya. Umat tak pernah ingin menyesal menjadi seorang katolik Papua karena sikap dan tingkah personal kita yang menggambarkan wajah gereja katolik Papua yang menimbulkan banyak pertanyaan.

Olehnya, pada kesempatan ini dan melalui surat ini, jika berkenan, saya ingin mengetuk hati nurani sekaligus mengajak bapa uskup dua agar membatalkan kegiatan tersebut. Kemudian atur waktu supaya kita sama-sama duduk, bicara dan sepakat baru bikin ulang. 

Pokoknya atur sedemikian rupa supaya tidak ada kecurigaan dan kesan kepentingan politik ideologis. Tapi lebih menekankan pada aspek kerohanian yang bercorak khas Indonesia dan Papua. Kalau sepakat dengan ini, atau dengan kata lain, kegiatan itu murni untuk kepentingan gereja katolik dan kemuliaan Tuhan serta penghormatan kepada Bunda Maria, saya akan taru badan untuk menyukseskan kegiatan tersebut. 

Tapi kalau itu penuh dengan kepentingan politik, mencari "sensasi" dan menjadikan gereja sebagai alat dan nadi kekuasaan, keutuhan, kedaulatan dan pendudukan, saya akan selalu bertanya-tanya dengan hikmat Tuhan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus.

Jika berkenan lagi, saya mengajak bapa uskup dua agar mengalihkan rencana kegiatan untuk conference pers tersebut. Maksudnya alihkan subtansi masalah yang hendak dibicarakan ke arah yang dapat menyentuh dan menyelesaikan akar persoalan Papua melalui jalan “perundingan segitiga” yang legal, netral, independen dan tidak cacat hukum. Tanpa harus melukai dan menyakiti perasaan para korban yang lama dan sedang berduka atas nama agama katolik juga dengan jubah kemuliaan. 

Orang Papua masih merasa kehilangan orang-orang yang terkasih dan sedang merindukan keadilan. Saya harap bapa uskup dua tidak menimbulkan masalah dan menambah penderitaan karena kegiatan-kegiatan seperti itu. Tolong, jangan adakan sesuatu diatas penderitaan, apalagi pada saat orang Papua berduka, membutuhkan pertolongan dan lain seterusnya. 

Mohon agar selalu mempertimbangkan perasaan orang lain, khusus orang yang menjadi korban. Kalau punya hati nurani, tolong tunda kegiatan itu dan tunjukkan belas kasihan Tuhan kepada mereka yang hari ini meninggalkan kampung halaman, mengungsi ke hutan dan daerah lain, putus sekolah, sakit dan mati disana sini tanpa kontrol, mereka yang lemah, miskin, terpinggirkan, tersingkirkan, teraniaya dan tertindas di Intan Jaya, Nduga, Puncak, Pegunungan Bintang dll. 

Bagi saya itulah jalan kebenaran, kehidupan dan keselamatan yang baik untuk menciptakan Papua Tanah Damai. Juga untuk menyelamatkan nyawa maupun jiwa-jiwa serupa Allah dari pertolongan pemuka agama katolik di Indonesia dan Papua yang selalu mengemban misi karya kehidupan dan keselamatan Allah di dunia ini. 

Demikian surat terbuka kedua, dan saya harus beritahu bahwa saya akan menulis surat terbuka ketiga sampai seterusnya lagi. Terutama untuk menyinggung Rundown, Rute Perjalanan, Narasumber, Keperluan, dan lainnya yang terungkap dalam dokumen tersebut. Atas perhatiannya, saya sampaikan ucapkan terimakasih berlimpah. Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai kita sekalian. Wa wa wa!

Jayapura, 2 September 2021.


Sumber:


Soleman Itlay, SURAT TERBUKA KE-2 KEPADA KARDINAL IGNATIUS SUHARYO DAN USKUP JAYAPURA, dipublikasikan pada 2 September 2021, di Facebook

Posting Komentar

0 Komentar